13 March 2014

Strategi Perubahan

Perubahan bukanlah sesuatu yang baru. Didunia bisnis, berkat perubahan, dunia mengenal nama Lee Iacocca yang ditendang begitu saja oleh Henry Ford dan menjadi pembaru di Chrysler yang kala itu nyaris bangkrut. Tapi pada era selanjutnya. Lee berubah dari part of the solution menjadi part of the problem. Ia terpaksa digusur oleh pemilik saham dengan sedikit agak kasar. Didunia ini pekerjaan paling sulit dalam perubahan adalah menggusur tokoh perubahan, karena seakan-akan dirinya sendirilah perubahan itu. Ia tampak begitu karismatik, dan kejatuhannya menimbulkan kegoncangan yang dahsyat. Selain itu, perubahan juga pernah menelan armada penerbangan kebanggaan adikuasa: Pan Am. Ia dilikuidasi begitu saja karena gagal memenuhi kehendak pasar setelah pesawatnya diserang beberapa kali oleh teroris. Sedangkan Harley Davidson yang juga nyaris bangkrut ternyata berhasil diselamatkan. Di Indonesia, pada tahun 1998 ribuan konglomerat gulung tikar. Saham-saham mereka diambil alih oleh pemerintah karena mereka tak mampu membayar hutang. Puluhan bank ditutup dan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan. Bursa efek yang tadinya ramai menjadi sepi. Televisi tak kebagian iklan sehingga mereka pun nyaris bangkrut. Ribuan buruh turun ke jalan dan sejumlah mahasiswa gugur tertembus pelor aparat saat menetang kekuasaaan rezim Soeharto. Tentara kehilangan arah, demikian juga dengan polisi dan politikus. Tatanan nilai-nilai lama sudah tidak bisa dipegang, sementara tatanan nila-nilai baru belum terbentuk. Indonesia pun mulai memasuki era baru. Proses penghancuran itu sendiri memakan waktu yang sangat lama. Saat proses penghancuran terhadap nilai-nilai lama masih terus berlangsung, dan seperti menanam gigi yang berlubang, kalau busuk pada lubang lama tak bersih betul maka kuman akan kembali menyerang. Berbagai negera pernah melakukan perubahan, begitu juga dengan Indonesia yang harus memilih untuk berubah sendiri. Pemerintahan tak bisa berubah dalam sekejap, tetapi bisnis bisa. Maka itu perubahan itu harus dimulai dari tatanan mikro. Dari dunia usaha, dari industri-industri keuangan, perbankan, pasar modal, barang-barang konsumsi, ekspor, pendidikan dan seterusnya. Tetapi reformasi di sektor mikro tak dapat menghasilkan kesejahteraan kalau makronya tidak ikut dirubah. Apa yang terjadi kalau makro tidak dirubah? Di negara yang makronya tidak sehat, sektor-sektor mikro yang bagus akan hengkang ke negeri jiran. Itu yang saat ini terjadi pada Jepang, dan kini menghantui negara-negara Skandinavia. Itu pula yang saat ini terjadi disini, satu persatu mereka pindah ke China, Vietnam, Malaysia dan Singapura. Karakteristik Perubahan Pertama, ia begitu misterius karena tidak mudah dipegang. Bahkan yang sudah digenggam pun tidak bisa pergi ke tempat lain tanpa berpamitan. Ia bahkan dapat memukul balik seakan tak kenal budi. Tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Soeharto, Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri berkuasa karena perubahan, akan tetapi mereka juga diturunkan karena perubahan pula. Kedua, perubahan memerlukan change maker(s). rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia punya keberanian yang luar biasa. Bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur di usia perjuangannya. Martin Luther King, Mahatma Gandhi, dan Abraham Lincoln mati tertembak. Nabi Muhammad harus hijrah ke Madinah. Dalai Lama yang harus hidup dalam pengasingan. Didunia bisnis, tokoh-tokoh perubahan juga mengalami hal serupa, bahkan banyak yang namanya tak dikenal karena dilengserkan oleh lawan-lawannya yang pro status quo sebelum menjadi terkenal. Di Telkom ada alm. Cacuk Sudariyanto, di Garuda Indonesia adal Roby Johan dan Abdul Gani, di Departemen Keuangan ada Marzuki Usman dan di pegadaian ada Sjamsir Kadir. Ketiga, tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar mereka hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa kemampuan melihat masa depan. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yangt Anda lihat dan memercayainya. Keempat, perubahan terjadi setiap saat, karena itu perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-kali. Setiap satu perubahan kecil yang dilakukan seseorang maka akan terjadi pula perubahan-perubahan lainnya. Berilah seseorang yang berpakaian sederhana sebuah pena yang bagus maka ia akan memakai baju yang bagus untuk menyesuaikan dengan penanya. Berikanlah lantai yang bersih maka orang akan berhenti membuang sampah. Kelima, ada sisi keras dan ada sisi lembut dari perubahan. Sisi keras adalah masalah uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut merupakan manusia dan organisasi. Sebagian besar pemimpin hanya memfokuskan pada sisi keras, padahal keberhasilan sangat ditentukan pada sukses mengelola sisi lembut tadi. Perhatian pada sisi keras ini terutama disebabkan oleh pengaruh kentalnya theory of economic the firm yang mengedepankan aspek efektifitas dan efesiensi yang tampak pada the bottom line. Munculnya theory cultural evolution of the firm yang mengendepankan unsur pikiran dan makna simbolik belum begitu nampak disini. Keenam, perubahan membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan. Untuk berhasil menaklukannya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang tangguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap dan dukungan yang luas. Apakah Perubahan Selalu Membawa Pada Pembaruan ? “ All things must change to something new, to something strange”. Henry Wadsworth Longfellow. Meski perubahan dinantikan dan menjanjikan kehidupan baru, ternyata tidak semua perubahan membawa hasil seperti yang diharapkan. Berkiut adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan tidak membawa hasil yang maksimal : 1. Kepemimpinan yang tidak cukup kuat, perubahan menuntut hadirnya pemimpin yang kuat. Tanpa kekuatan kepemimpinan, perubahan tak cukup berenergi untuk bergulir seperti yang diharapkan. Kepemimpinan yang kuat tidak sama dengan kepemimpinan yang otoriter. Kepemimpinan yang kuat berarti kepemimpinan yang penuh wibawa karena bersih, ahli, dapat dipercaya, dan jelas arahnya. 2. Salah melihat reformasi, reformasi sering hanya dianggap reorganisasi oleh para birokrat. Reorganisasi adalah mengubah bentuk organisasi. Tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengbah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa. 3. Sabotase, perubahan akan selalu menghadapi tantangan, khususnya dari mereka yang tidak menyukai pemimpin baru, atau mereka khawatir kenikmatan-kenikmatan yang selam ini diperoleh akan hilang begitu saja. Bermacam-macam bentuk sabotase yang dapat dilakukan, seperti misalnya : fitnha, menghalangi melalui jalur-jalur pengawasan, menggerakkan gejolak keresaha buruh, dan sebagainya. 4. Komunikasi yang tidak bagus, perubahan menuntut adanya komunikasi. Informasi resmi dari satu arah saja belum cukup. Sebab, dalam setiap perubahan selau ditemuui orang-orang yang memberikan infromasi tandingan, bahkan infromasi-infromasi palsu yang menyesatkan. Komunikasi yang tidak begitu bagus akan menyulitkan diri sendiri karena pemimpin tidak akan pernah menang melawan persepsi. Strategi Perubahan Pada Perusahaan Perubahan besar pada perusahaaan tentu bisa memorak-porandakan perusahaan-perusahaan yang tidak emmpunyai struktur yang hebat. Mengapa perusahaan-perusahaan tidak mempunyai struktur yang kuat? Atau mengapa mereka tidak membangun kekuatan-kekuatan itu? Berikut adalah beberapa alasannya : Salah angkat direksi dan komisaris, kebanyakan perusahaan kita terbagi dalam dua kategori, yaitu perusahaan keluarga dan perusahaan milik Negara (BUMN). Bagi perusahaan keluarga, kebiasaaan-kebiasaan mengangkat pemimpin dari kalangan internal mengakibatkan terbatasnya proses seleksi karena hanya mempunyai resources yang sangat terbatas. Selain itu pengambilan keputusan yang bersifat emosional sangat mewarnai perusahaan. Hubungan direksi-komisaris sebagai hubungan ayah-anak, atau adik-kakak, suami-istri sehingga mengurangi makna pengawasan. Di BUMN sudah sering ditemui pengangkatan orang-orang yang kurang capable karen tidak diambil dari resources yang benar, capable dan terbuka. Eksekutif-eksekutif yang hanya menguasai bidangnya secara spesifik (misalnya farmasi, teknik, transportasi atau keuangan saja) belum tentu memiliki kecakapan dalam mengelola perusahaan yang besar. Salah angkat pemimpin bisa berakibat fatal bagi perusahaan dan masa depannya. Tidak boleh memberhentikan karyawan.Yang tidak boleh adalah memberhentikan karyawan yang produktif dan loyal. Dalam banyak perusahaan, para eksekutif tampak enggan memberhentikan, memindahkan atau mengurus karywan-karyawannya, khususnya mereka mereka yang bermasalah. Karyawan yang bermasalah, tidak disiplin, malas, mencuri, merusak nilai-nilai positif perusahaan harus dapat dipisahkan dari mereka yang produktif dan berkualitas. Mitos bahwa karyawan tidak boleh diberhentikan dapat mengakibatkan perusahaan menjadi tidak produktif. Hanya bekerja, budaya kerja sebagai ‘hanya bekerja” mengakibatkan manusia-manusia tidak belajar. Pada saat mereka memimpin, mereka pun hanya bekerja, bukan berkreasi atau merespon perubahan. Akibatnya, mereke tidak menjadi visioner, tidak mampu melihat kedepan. Di sebuah perusahaan atau badan usaha harus ada ornag yang memimpin dan dipimpin. Semua orang harus punya kontribusi positif dan berkembang membesarkan perusahaan. Terlalu banyak control, control tidak boleh melebihi jam kerja yang diberikan seorang eksekutif. Di Indonesia , sebuah badan usaha bisa dikendalikan oleh banyak control yang menyita banyak sekali waktu seorang eksekutif, mulai dari akuntan, internal auditor, BPK, BPKP, BAPEPAM, KPK, dan sebagainya. Kontrol yang berlebihan dapat membuat eksekutif keletihan dan sulit mengambil keputusan. Pembaruan Perusahaan “To remain young, one must change”. Alexander Chase. Bila kita kembali pada dataran mikro, yaitu perubahan yanh terjadi dalam unit usaha. Platt (2001) membedakan strtegis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori, yaitu : Transformasi Manajemen Transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat, atau perusahaan yang mulai menangkap adanya signal-signal yang kurang menggembirakan. Pada saat ini, biasanya perusahaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : Hal-hal tidak patut apa yang telah kita lakukan (“what are we doing wrong?”) Hal-hal apa yang mampu membuat kita menjadi lebih baik (“what could we do better?”) Manajemen Turnaround Strategi ini dilakukan kalau perusahaan sudah mulai menghadapi persoalan-persoalan yang agak pelik dan melibatkan pihak-pihak yang lebih luas. Namun, pada tahapan ini disadari perusahaan masih mempunyai sumber daya dan waktu yang memungkinkan untuk melakukan maneuver-manuver perbaikan. Misalnya, Anda masih bisa memperbaiki performance perusahaan karena masih mempunyai produk unggulan, reputasi yang memadai, dan masih ada aset-aset kurang produktif yang dapat ditingkatkan produktivitasnya atau dilepas pada pihak ketig
a. Manajemen Krisis Strategi ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang sudah memasuki masa krisis, yaitu pada perusahaan yang mulai kehabisan darah (cashflow) dan eneergi (reputasi, motivasi). Pada titik ini perusahaan mulai tampak sulit memenuhi kewajiban-kewajiban pembayaran jangka pendek yang jatuh tempo, mulai dari tagihan dari para pemasok bahan baku, kredit jangka pendek, sampai gaji karyawan. Pada tahap ini perusahaan sudah benar-benar berada pada posisi berbahaya dan eksistensinya diragukan.