25 June 2010

Ingin Jadi Boss....?

Anda mulai panas? Anda pikir Anda sudah mempunyai apa yang diperlukan untuk menjadi seorang wiraswastawan? Anda sudah baca semua kisah sukses tentang orang lain dan itu membuat anda ”kepanasan”? Benar, pembaca, kalau itu terjadi, tiba saatnya untuk menjadi boss bagi diri Anda sendiri. Tapi, apakah Anda sudah siap meninggalkan pekerjaan yang bagus dan nyaman dengan gaji bulanan, kantor modern, sekretaris yang efisien, dan perasaan aman yang datang pada saat anda bekerja untuk sebuah organisasi yang mapan?
Seorang teman yang telah bertahun-tahun bekerja pada perusahaan penerbangan nasional terbesar, dengan ribuan staf, gaji jutaan, fasilitas lengkap, tiba-tiba saja memutuskan keluar dan berwirausaha. Kata-kata yang pertama diterimanya adalah,
”Apakah kamu gila?”, ….”Kamu menghancurkan sebuah karir yang menjanjikan”…..dan caci maki lainnya. Belum lagi perasaan anak-istri, orangtua dan saudara lainnya yang tidak bisa berucap...
Diperlukan keberanian besar untuk menulis surat pengunduran diri. Masih yakinkah Anda mempunyai segala sesuatu yang akan mengantarkan Anda menjadi seorang wiraswastawan sukses? Lalu apa yang akan Anda kerjakan? Peraturan pertama kewirausahaan, latihlah diri Anda untuk melihat kekosongan atau celah di pasar, lalu mengisinya. Lihatlah sekeliling Anda.
Lihatlah orang di jalanan, mereka yang duduk di belakang mesin jahit, pelayanan apa yang akan dia berikan? Lihatlah wanita perempuan penjual sate ayam di dekat penginapan murah itu, mengapa ia pilih lokasi itu? Bagaimana dengan hotel baru di jalan utama itu, mengapa bisa begitu sukses? Bagaimana dengan orang yang bekerja di bagian komputer itu bisa sangat sukses dalam bisnis program perangkat lunaknya sendiri?
Ada satu jawaban singkat untuk semua pertanyaan ini: bisnis ini eksis karena ada yang membutuhkan mereka. Tidak peduli apakah Anda berusaha dengan paha ayam, rumah makan bagus atau website. Atau, apakah anda berbicara tentang putaran harian Rp100.000 atau Rp.100.000.000. Dari mulai Tanah Abang – Jakarta Pusat, Glodok – Jakarta Pusat, bahkan daerah Sawangan, Depok Privinsi jawa Barat, prinsipnya sama:
  • Keberhasilan dalam bisnis
  • Bekerja dengan prinsip
  • Menemukan sebuah kekosongan
  • Dan mengisinya!
Ketika dunia laki-laki digemparkan dengan ditemukannya pil biru Viagra yang sebenarnya adalah obat pemacu jantung, tapi kemudian jadi pemacu organ kejantanan pria, beberapa tahun lalu serentak seluruh dunia mempublikasikannya (ingat, Viagra tidak pernah beriklan di media manapun). Hasilnya, Viagra menjadi product of the year dan menghasilkan miliaran dollar bagi penemunya.
Kasus Viagra di dunia, rupanya memberikan inspirasi bagi Simon Jonathan. Setelah sebelumnya sukses melahirkan Extra Joss, yang menghasilkan ratusan miliar, kemudian muncullah Irex yang kurang lebih sama fungsinya dengan Viagra. Dengan tag line ”Kado Ulang Tahun Mama”, dan dikemas dengan iklan yang diperankan oleh laki-laki kurus kering dan loyo, tiba-tiba menjadi perkasa setelah meminum Irex, hasilnya, produk ini meledak di pasaran. Ya, mereka jeli melihat peluang, kekosongan dan mengisinya.
Lalu mengapa bukan Anda yang melakukan ini? Jika Anda yang pertama menawarkan kepada publik sesuatu yang dibutuhkan publik dan tidak didapatkan dari orang lain, atau jika Anda berhasil mengantisipasi sebuah kebutuhan di masa depan, Anda memiliki sebuah kesempatan bagus untuk menjadi kaya. Sampai saat adanya kompetisi, Anda akan memiliki semua pasar itu sendirian.
Sejarah memberikan banyak contoh wiraswastawan yang menjadi sukses dengan memenuhi atau mengantisipasi kebutuhan akan produk baru. Isaac Merit Singer memproduksi mesin jahit yang cocok untuk bekerja di ruang terbatas, bahkan di dalam kamar sekalipun. Henry Ford memakai metode jalur perakitan untuk memproduksi mobil yang bisa dibeli orang biasa. George Eastman melihat kebutuhan akan kamera kecil yang bisa dibawa-bawa. Ray Krock dari Mc Donald melihat potensi usaha waralaba makanan cepat saji.
Darimana datangnya gagasan-gagasan seperti itu? Ada tiga macam sumber gagasan.
Pertama, pekerjaan Anda. Pekerjaan yang sudah Anda kerjakan bisa menjadi sebuah potensi sumber gagasan, Karena disitulah naluri bisnis Anda sudah dikembangkan.
Kedua, hobi atau minat Anda di luar pekerjaan, karena itu adalah sebuah wilayah lain dimana Anda memiliki suatu perasaan alamiah.
Sumber ketiga, adalah apa yang sering disebut orang sebagai ”observasi pejalan kaki”, atau mengenali sebuah peluang melalui suatu perjumpaan biasa, atau suatu insiden dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Kalau Anda yang pertama, maka Anda tidak harus brilian. Nanti Anda akan memiliki waktu untuk mengembangkan dan memperbaiki segala sesuatu yang pemah Anda lakukan. Tapi ketika yang lain mulai berkompetisi dengan Anda, maka Anda harus menjadi yang terbaik.
Bekerja Keras
Nasib seorang wiraswastawan tidak mudah. Anda harus bekerja keras. Namun, karena Anda bekerja disebagian besar waktu Anda, pasti ada harga yang harus dibayar. Korban pertama adalah kehidupan sosial Anda. Waktu untuk berkencan, untuk keluarga, bahkan untuk bersenang-sengang tidak akan anda miliki pada masa-masa awal menjalankan bisnis anda.. Bisa-bisa ini menjadi sebuah kehidupan yang sunyi.
Dalam keadaan seperti ini Anda sangat beruntung apabila memiliki kekasih atau seorang istri yang setia menemani dalam suka maupun duka. Karena menjadi seorang wirausahawan juga adalah masalah daya tahan. Seperti mendung di musim hujan. Setelah hujan pun turun, langit akan menjadi cerah kembali.
Ada kompensasi. Semakin keras Anda bekerja, maka Anda akan semakin beruntung. Kami punya rekan, namanya Apiko Joko Mulyono. Dia, ”cuma” reporter di tabloid keluarga muslim, Fikri namanya. Sebagai employee — kalau mengikuti teori kuadran Robert T. Kiyosaki – berkat dorongan kami, dan ”keahlian interpersonalnya”, berkomunikasi, ia kami desak menjadi jurnalis ”semi-bisnis” dalam arti, memfungsikan ketrampilan jurnalistik dan lobbynya untuk menulis soft advertorial. Meski awalnya agak ogah-ogahan, ia memula peran-peran semacam copywriter, penulis artikel soft advertorial di tabloidnya (maksudnya: rubrik bernuansa promotif, dengan dua macam kompensasi: penjualan langsung dalam jumlah minimal tertentu, atau semi-iklan). Bung Apiko, meskipun masih sayang profesi jurnalistiknya, mulai menjalankan tugas barunya.
Hasilnya? Luar biasa untuk reporter yang sepanjang empat tahunan bekerja, murni sebagai jurnalis. Apiko berhasil mencapai targetnya. Ia memang bekerja keras, dan agak mengorbankan waktunya untuk keluarga. Bukan itu saja. Ia ”tebal muka” dicibiri sebagai ”jurnalis matre” (materialis, Pen.), karena artikelnya kian selektif pada isu-isu yang ”bergizi” alias bisa menghasilkan ”penjualan langsung” ataupun ”semi advertorial”. Akibat lanjutnya, bisa ditebak. Dari ”main-main” jadi serius. Bossnya, pemimpin perusahaan tabloid Fikri, malah menargetkan jumlah tertentu perminggunya harus ia capai. target itu, tercapai, bahkan beberapa kali terlampaui. Apa yang ia kerjakan, semua orang di perusahaannya tahu. Meski pun berisiko dilecehkan, Apiko tahan banting. The show must go on. Apa yang dikerjakannya, menginspirasi unit bisnis lainnya di bawah payung holding yang sama.
”Syukur, istri saya sangat pengertian. Untuk kerja keras itu, saya bisa menabung dengan nilai yang lumayan dibanding rekan selevel saya. Saya bisa membeli sepeda motor secara tunai, dalam tahun kedua saya bekerja. Itu sesuatu yang tidak saya bayangkan sama sekali, bahwa saya mampu membelinya.” Itulah Apiko, yang karena masih sayang pada profesi jurnalistiknya, mengaku baru menggunakan belum separuh dari potensi enterprenership yang ada dalam dirinya.
”Seseorang yang bekerja 16 jam sehari akan sampai ke tempat yang ingin dicapainya dua kali lebih cepat daripada orang yang bekerja 8 jam sehari.” David Ogilvy
Ketekunan
Jaques Cousteau, penyelidik, penemu dan ahli lingkungan dalam sebuah wawancara dengan Eugene Grisham penulis buku Achievement Factors dalam sebuah wawancara di atas sebuah jet carteran menuju Atlanta, mengungkapkan pendapat menarik. Kami kutip untuk Anda. ”Bagaimana Anda bisa mengerjakan semua itu?” Cousteau terdiam beberapa saat, lalu menjawab.
”Saya keras kepala – kalau saya punya suatu maksud di kepala saya…saya membuat daftar hal-hal untuk main-main: Amazon, Haiti, kapal Angina. Saya mencoba, dan saya tidak punya uangnya. Saya mencoba lagi, dan saya tidak dapat uangnya, dan setelah sepuluh tahun saya mendapatkannya.”
Dengan bijaksana, dengan penuh tekat dan ketekunan, selalu mengejar apa yang ia inginkan, kadang cepat, kadang-kadang pelan, ia telah mengalami kemenangan-kemenangan. Pada tahun 1943, tabung oxygen (Aqualung) yang ia kembangkan dengan Emile Gagnan, memberi kesempatan petualangan di bawah air, membuka dunia di bawah air untuk berjuta-juta penyelam scuba. Lalu ia kembangkan keterampilan sebagai seorang ahli fotografi di bawah air, dan pada tahun 1956, ia menangkan Oscar untuk The Silent World. Sembilan tahun kemudian ia sekali lagi memenangkan oscar untuk World Without Sun. Saat ini usianya 80-an. Dan kakek Cousteau masih bekerja, masih memeriksa hal-hal yang ia catat dalam daftarnya, menyusun daftar, lalu mengeksekusi satu persatu daftar targetnya.
Fokus
Logika ”focusing”, meminjam fenomena matahari. Mahakarya Tuhan ini, sumber energi yang amat kuat, yang setiap jamnya menyinari bumi dengan jutaan kilowatt energi. Siapa pun, bisa ”mandi matahari” berjam-jam dengan risiko yang ringan.
Bagaimana dengan laser? Seberkas sinarnya, adalah energi lemah. Ia hanya membutuhkan beberapa kilowatt energi tetapi bisa difokuskan menjadi sebuah pancaran cahaya yang koheren. Dari seberkas cahaya laser, temuan ilmuwan bisa menggunakannya untuk dari memotong baja sampai mematikan sel kanker.
Beralih pada perbincangan sebuah usaha. Anda bisa menciptakan efek yang sama: sebuah kemampuan kuat laksana laser untuk mendominasi sebuah pasar. Itulah yang kami maksud sebagai ”tindakan memfokuskan”.
Ketika sebuah usaha menjadi tidak fokus, ia akan kehilangan kekuatannya. Usaha itu menjadi seperti matahari, menyebarkan energinya terlalu banyak produk, di pasar yang terlalu luas. Konsentrasi, kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada tugas yang dihadapi, dan dalam jangka panjang, berkonsentrasi pada suatu karier, merupakan satu segi dari fokus. Tetapi bukan hanya itu. Segi lainnya, intensitas. Intensitas melibatkan kemampuan untuk menyalurkan sejumlah besar tenaga pada tugas yang dihadapi. Menjalankannya sebagai kebiasaan, akan meningkatkan karier Anda. Secara analog, fokus mempunyai pengaruh yang sama terhadap pekerjaan seseorang, bak lensa pembesar yang dipegang di atas sehelai kertas pada hari yang cerah. Memegang lensa dengan sudut yang tepat, membuat sinar-sinar berkonsentrasi pada satu titik, sanggup membakar kertas itu.
Prioritas, masuk dalam gagasan fokus. Jangan segan-segan mengubah dan menaruh yang paling penting sebagai nomor satu jika sesuatu yang tak terduga muncul. Bekerjalah atas dasar prioritas.
Tahukah Anda, apa rahasia nomor satu sukses? Prioritas. Helen Gurley Brown.
Tentukanlah apa prioritas puncak dalam pekerjaan dengan berpikir secara cermat untuk apa perusahaan mempekerjakan Anda. Banyak orang membuat kesalahan dengan bekerja keras untuk tiap tugas yang mereka hadapi, tanpa atau dengan sedikit sekali memperhitungkan pentingnya tugas-tugas itu. Pada akhir hari, mereka akan sangat kelelahan, sambil memuji diri sendiri karena semua pekerjaan sudah diselesaikan. Sayangnya, ada saja yang tanpa sadar sudah membelakangkan pekerjaan penting (important) dan mendesak (urgent). Penting saja, mungkin bisa saja bukan di uturan teratas, tapi urgent, sesuatu yang terkait dengan deadline, yang tak bisa tidak, ia didahulukan atau sesuatu yang buruk menghadangnya.
Letakkanlah surat-surat, memo-memo dan peringatan-peringatan tentang semua tugas lainnya yang menunggu dalam map-map dengan tanda prioritas A, B, dan C.
Alan Lakein, Konsultan Manajemen Waktu
Membahas soal fokus, bisa kita mengutip pendapat Eugene Grisham dalam Achievement Factor, buku best seller dunia itu. Ia bercerita tentang faktor-faktor sukses hasil wawancara bertahun-tahun dengan tokoh-tokoh sukses dunia. Kesimpulan buku itu cuma satu: “Untuk sukses besar dalam suatu bidang, apapun bidangnya, dibutuhkan waktu setidaknya sepuluh tahun dengan tetap berfokus pada bidang tersebut.”
Kami yakin benar dengan kesimpulan buku itu. Kami punya bukti, seorang yang cukup kami kenal, sejak lulus SMA, hidup dari berdagang dan tak pemah berpindah-pindah bidang usaha kecuali pada produk rumah tangga yang sangat digemari kaum ibu. Kenyataannya, tak sampai sepuluh tahun, ia sukses di bidang yang digelutinya. Itulah kekuatan fokus.
Bak air yang menetesi sebuah batu, setetes demi setetes; hari berganti hari, tahun berganti tahun, pada saatnya, kita akan terkaget-kaget melihat kenyataan bahwa batu tersebut telah menjadi cekung hanya karena tetesan air.

20 November 2009

Nilai Sebuah Kehidupan

Entah siapa yang memberitahunya alamat saya, ia tiba-tiba sudah berdiri di hadapan saya. Seorang sahabat lama yang sudah hampir sepuluh tahun tidak pernah bertemu, perawakannya tidak ada yang berubah mulai dari cara bersisirnya hingga cara berpakaiannya. Bahkan jika saya tidak salah ingat, pakaian yang dikenakannya saat itu adalah pakaian sehari-hari yang saya lihat sepuluh tahun yang lalu. ia bersepatu, tetapi saya tak sanggup menatap lama-lama sepatunya itu, hanya karena khawatir ia tersinggung jika saya menatapnya lama. Sebuah tas gemblok lusuh menempel di punggungnya, selusuh celana panjang yang warna hitamnya sudah memudar.
Sebut saja Mino, ia langsung membuka tangannya berharap saya memeluknya sama hangatnya seperti dulu setiap kali kami bertemu. Tentu saja saya menyambut haru tangan terbukanya itu, kami pun berpelukan hangat dan cukup lama. Aroma matahari cukup menyengat dari tubuhnya tak membuat saya ingin melepaskannya, semerbak kerinduan diantara kami telah mengalahkan segalanya. Mino, lelaki seusia saya itu bergetar hebat meski hanya beberapa menit kami berpelukan, saya merasa ada tetesan air di pundak saya. “Sudah jadi orang hebat sahabatku ini rupanya…” bibirnya bergetar.
Setelah berbicara sedikit tentang perjalanan masa lalu, saya agak iseng menanyakan keluarganya. Mino langsung tertegun, membuat saya merasa bersalah melepaskan pertanyaan itu. Bibirnya seperti hendak bergerak mengatakan sesuatu, tetapi yang terdengar hanya gumaman yang tak jelas. “Maaf jika saya menyinggung perasaanmu…” kalimat saya dipotong cepat, “Ooh tidak, tidak apa-apa…”
Beberapa detik kemudian saya mampu membaca pikirannya, “Apa yang bisa saya bantu No?” Wajahnya sumringah mendadak, senyum yang sudah lama tak pernah saya lihat, yang saya lihat terakhir kali sepuluh tahun lalu itu. Sambil menepuk pundak saya ia pun berseloroh, “Orang sukses seperti kamu pasti bisa membantu saya untuk keluar dari persoalan kehidupan ini…”
Saya mendengarkan kisahnya, tentang usaha reparasi komputernya yang bangkrut sehingga ia menjalani hari-hari tanpa penghasilan sepanjang hampir tiga tahun. Tentang hidupnya yang terus nomaden karena tak sanggup membayar biaya kontrakan, kontrakan terakhirnya yang ia tempati saat ini pun sudah menunggak tiga bulan dan diberi ultimatum satu bulan lagi untuk segera melunasinya. Belum lagi soal biaya masuk sekolah untuk anaknya yang sama sekali tak ia sanggupi.
Dalam benak saya, “Mungkin ia akan meminjam atau meminta bantuan sejumlah uang yang cukup besar”. Kadang saya berlaku sok pahlawan, ingin membantu seseorang walaupun kondisi sering tidak memungkinkan untuk membantu maksimal. Namun rupanya dugaan saya salah, Mino hanya meminta sedikit dari yang saya kira, itupun meminjam. “Saya mau pinjam uang dua puluh ribu, bolehkah?” tanyanya hati-hati, mungkin ia khawatir saya tak bisa meminjaminya.
Saya tersenyum, dua puluh ribu tentu saja bukan lagi pinjaman. Dalam kebiasaan saya, yang namanya pinjaman itu nilainya bisa sampai jutaan. “Begini No, kalau dua puluh ribu saya tidak mau meminjamkannya, tapi saya akan memberikannya kepadamu… ikhl…” saya batalkan menyebut kata ini. Bahkan saya memberi lebih dari yang dimintanya, meski kemudian Mino bilang bahwa yang saya berikan itu statusnya tetap pinjaman. Saya bilang, “itu pemberian” dia bilang, “ini pinjaman”, saya menyudahi perdebatan soal status itu dengan menyerah pada kegigihannya untuk tetap “meminjam”, bukan “meminta”.
Dua bulan sudah saya tak mendengar kabar darinya. Entah apa yang bisa dilakukannya dengan uang yang tak seberapa itu. Hingga beberapa hari lalu, saya mendapat pesan singkat dari seseorang, “Saya ingin kembalikan lima puluh ribu yang saya pinjam tempo hari”. Saya bingung siapa yang mengirim pesan singkat tersebut karena namanya tidak tertera, setelah saya tanya siapa yang mengirimnya, terkirim lagi satu pesan singkat, “Ini Mino, maaf tidak bisa balas sms lagi soalnya pakai hape teman”.
Saya putuskan untuk menelepon langsung nomor tersebut dan berbicara dengannya. Saya sudah katakan bahwa uang itu bukan pinjaman, tetapi hadiah. Namun ia tetap bersikeras ingin mengembalikannya. Cerita ia, hari itu juga setelah mendapat uang dari saya ia langsung membeli satu dus air mineral untuk dijual satuan. Habis satu dus, ia membeli lagi, dijual lagi dan begitu seterusnya. Sehingga satu bulan kemudian ia punya sedikit uang untuk dijadikan modal berdagang ala kadarnya. Tidak hanya itu, ia pun terselamatkan dari usiran pemilik kontrakan karena mulai bisa menyicil biaya kontrakan yang tertunggak. “Alhamdulillaah, saya masih punya sahabat yang memerhatikan…” ujarnya dari seberang telepon.
Ingin sekali saya bertemu lagi dengan sahabat saya itu, kali ini saya akan memeluknya lebih lama dan lebih erat meski saya tahu aroma mataharinya lebih menyengat dari yang saya reguk sekitar dua bulan lalu. Hati ini jelas berbunga-bunga, ada haru yang terus menyelimuti dinding-dinding jiwa ini selepas pembicaraan di telepon itu. Masih terngiang di telinga saya ketika ia hanya ingin meminjam dua puluh ribu rupiah, jauh dari dugaan saya sebelumnya. Namun dua puluh ribu yang ingin ia pinjam itu adalah sebuah nilai kehidupan bagi seorang Mino.
Dua puluh ribu rupiah, bagi sebagian kita hanyalah senilai sebungkus nasi di warung padang saat makan siang. Tetapi bagi orang seperti Mino adalah kehidupan panjang bagi ia, isteri dan dua anaknya. Dua puluh ribu bagi sebagian kita tidak cukup untuk uang jajan sehari anak-anak kita, namun bagi Mino berarti senyum panjang isteri dan anak-anaknya. Dua puluh ribu rupiah yang bagi sebagian kita sering dianggap recehan, namun bagi seorang Mino adalah nilai kehidupannya yang sangat berarti.
Sahabat, tahukah arti dua puluh ribu rupiah miliki Anda??
Sumber : Bayu Gawtama (http://solifecenter.com)

Motivasi Hidup

1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
2. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi. Jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
3. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.
4. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun , dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap- cakap lama dengannya.
5. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.
6. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hari orang lain pula.
7. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.
8. Orang-orang yang paling berbahagiapun tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.
9. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia itu.
10. Hanya diperlukan waktu seminit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang, tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.
11. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang- orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.
12. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.
13. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.
14. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
15. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu. Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh di hatimu.
16. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamudengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian, janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
17. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang- orang disekelilingmu tersenyum. Jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis.Allah tidak melihat kamu dengan banyaknya Amal kamu, Tetapi seberapa kualitas Amal kamu... itu artinya kualitas hidup.... qs Al Mulk : 2 sehingga : Jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis.SUMBER : http://planetmotivasi.wordpress.com/2009/05/20/motivation-of-live/#more-43

PIDATO ANAK 12 TH YANG MEMBUNGKAM PARA PEMIMPIN DUNIA DI PBB

Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki,
seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental
Children's Organization ( ECO ).

ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri
untuk belajar dan mengajarkan pada anak" lain mengenai masalah
lingkungan.

Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB,
dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah
pidato kuat yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa
pemimpin dunia terkemuka.

Apa yg disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun hingga
bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, lalu saat pidatonya selesai
ruang sidang penuh dengan orang terkemuka yg berdiri dan memberikan
tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun.

Inilah Isi pidato tersebut: (Sumber: The Collage Foundation)

Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O - Enviromental
Children Organization
Kami adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12
dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga,
Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk
bisa datang kesini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda
sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di
sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan
masa depan bagi diri saya saja.

Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum
atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi
semua generasi yg akan datang.

Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia
yang tangisannya tidak lagi terdengar.

Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat
yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan
habitatnya. Kami tidak boleh tidak di dengar.

Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena
berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena
saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.

Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa
tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker.
Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu
persatu mengalami kepunahan tiap harinya - hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar
binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan
burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal
tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.

Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini
ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang?

Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap
bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua
pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki
semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa
anda sekalian juga sama seperti saya!

Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaiman cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai
asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang
telah punah.

Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di
tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak
tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!

Disini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota
perhimpunan, wartawan atau politisi - tetapi sebenarnya anda adalah
ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi
- dan anda semua adalah anak dari seseorang.

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua
adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih
dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi
udara, air dan tanah di planet yang sama - perbatasan dan pemerintahan
tidak akan mengubah hal tersebut.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita
semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu
untuk tujuan yang sama.

Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak
ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami
membeli sesuatu dan kemudian membuang nya, beli dan kemudian buang.
Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi
dengan mereka yang memerlukan.
Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk
kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.

Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan
dan papan yang berkecukupan - kami memiliki jam tangan, sepeda,
komputer dan perlengkapan televisi.

Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami
menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah
satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: " Aku berharap aku
kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan
makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih
sayang " .

Jika seorang anak yang berada dijalanan dan tidak memiliki apapun,
bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih
begitu serakah?

Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia
sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan
yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari
anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak
yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau
pengemis di India .

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua
uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat
kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa
indah jadinya dunia ini.

Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk
berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan
orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang
kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk
berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang
anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?

Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konperensi ini, mengapa anda
melakukan hal ini - kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah
yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua
seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan
mengatakan, " Semuanya akan baik-baik saja , 'kami melakukan yang
terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari
segalanya."

Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut
kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda
semua? Ayah saya selalu berkata, "Kamu akan selalu dikenang karena
perbuatanmu, bukan oleh kata-katamu" .

Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari.
Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya
menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.

Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.
***********

Servern Cullis-Suzuki telah membungkam satu ruang sidang Konperensi
PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya
dengan pidatonya. Setelah pidatonya selesai serempak seluruh orang
yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan
yang meriah kepada anak berusia 12 tahun itu.

Dan setelah itu, ketua PBB mengatakan dalam pidatonya:

" Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri
karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan
isinya disekitar kita oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju
berdiri di mimbar ini tanpa selembarpun naskah untuk berpidato.
Sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh
asisten saya kemarin. Saya ... tidak kita semua dikalahkan oleh anak
yang berusia 12 tahun "

------------ --------- --------- --------- --------- ---------
--------- --------- ------
*Tolong sebarkan tulisan ini ke semua orang yang anda kenal, bukan
untuk mendapatkan nasib baik atau kesialan kalau tidak mengirimkan,
tapi mari kita bersama-sama membuka mata semua orang di dunia bahwa
bumi sekarang sedang dalam keadaan sekarat dan kitalah manusia yang
membuatnya seperti ini yang harus bertindak untuk mencegah kehancuran
dunia.
*(Copyright from: Moe Joe Free)*

07 May 2009

Permasalahan Kemiskinan di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia ini hampir 64 tahun yang lalu, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ….'Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdas kehidupan bangsa…Berdasarkan bunyi undang-undang tersebut sangatlah jelas bahwa salah tujuan utama dari berjalannya roda pemerintahan adalah menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini sebetulnya selalu memberikan perhatian yang besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan dan tidak pernah terselesaikan. Bahkan saat ini terutama menjelang Pemilihan Umum 2009 dimana hampir semua partai-partai politik mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka yang selalu disampaikan dalam kampanye-kampanyenya.
Pada masa Orde Baru, dimana saat itu pertumbuhan ekonomi negara kita cukup tinggi dan stabil yaitu rata-rata sebesar 7,5 % selama periode 1970 – 1996, akan tetapi jumlah angka penduduk miskin di Indonesia masih relatif cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), prosentase jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1996 yaitu sebesar 17,5 % atau sekitar 34,5 juta orang. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pandangan banyak para pengamat ekonomi yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengantasan kemiskinan pada pemerintahan era reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa prosentase jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2003 masih tetap tinggi yaitu sebesar 17,4 %, dengan jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan pada masa Orde Baru yaitu sebanyak 37,4 juta orang. Bahkan angka tersebut melonjak drastis diakhir tahun 2008 ini, dimana jumlah penduduk miskin menjadi 41,7 juta jiwa, atau sekitar 21,9 %. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini baik yang dilakukan semenjak masa pemerintahan Orde Baru sampai masa pemerintahan Reformasi belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indon
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Kemiskinan
Pengertian kemiskinan sangat beragam, yaitu mulai dari sekedar ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu, dimana pada awal 1990-an definisi kemiskinan telah diperluas tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Belakangan ini pengertian kemiskinan telah mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi . Definisi orang miskin hanya dari sudut pemenuhan konsumsi saja sudah tidaklah cukup karena:
1. Pengertian ini sering tidak berhubungan dengan definisi kemiskinan yang dimaksud oleh orang miskin itu sendiri, dan tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan;
2. Pengertian tersebut dapat menjerumuskan kepada kesimpulan yang salah, bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai, dan
3. Pengertian tersebut telah terbukti tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika merumuskan kebijakan lintas sektoral dan bisa kontra produktif
Sedangkan definisi kemiskinan menurut versi pemerintah juga sangat beragam, antara lain menurut:
(1) Menko Kesra (2000), kemiskinan adalah suatu keadaan kekurangan yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang di luar keinginan yang bersangkutan sebagai kejadian yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks yang berinteraksi satu sama lain; (2) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kemiskinan adalah jumlah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; tidak mampu makan 2 kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan;
(3) Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori perkapita perhari.
Menurut Bank Pembangunan Asia (1999) kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia. Setiap orang harus mempunyai akses pada pendidikan dasar dan rawatan kesehatan primer. Rumah tangga miskin mempunyai hak untuk menunjang hidupnya dengan jerih payahnya sendiri, dan mendapat imbalan yang memadai, serta mempunyai perlindungan terhadap gangguan mendadak dari luar. Selain pendapatan dan layanan dasar, individu-individu dan masyarakat juga menjadi miskin jika mereka tidak diberdayakan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menentukan kehidupan mereka. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran: pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan, pekerjaan, dan upah. Ukuran ini harus digunakan untuk mewakili hal-hal yang tidak berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari (Bank Dunia, 2004).
Permasalahan Kemiskinan di Indonesia
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang menyebabkan gagalnya program pemerintah dalam upaya pengentasan angka kemiskinan di Indonesia ini. Pertama, program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran dana atau bantuan sosial pada rakyat miskin, antar lain berupa beras untuk rakyat miskin (Raskin), program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan yang terakhir adalah berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT). Upaya ini sesungguhnya akan sulit dalam menyelesaikan masalah kemiskinan yang sesunguhnya, karena sifat bantuan adalah tidak untuk pemberdayaan, bahkan akan dapat menimbulkan ketergantungan sehingga akan sangat tidak mendidik. Program-program bantuan yang lebih berorientasi pada tipe kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk dan perilaku masyarakat miskin. Disisi yang lain, program-program bantuan sosial ini juga dapat memberi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana korupsi dalam proses penyalurannya.. Faktor kedua yang mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang dalam hal ini terutama pemerintah tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, dimana penyebabnya berbeda-beda secara lokal.
Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia yang dkenal sebagai Negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal yang ada pada daerah masing-masing. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal dan bahkan bisa membingungkan pemimpinan lokal dalam hal ini pemerintahan kabupaten maupun pemerintahan kota. Sebagai contoh pada suatu kasus yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur, dimana Kabupaten Sumba Timur merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara data yang dikeluarkan BPS dengan data yang dikeluarkan oleh BKKBN pada suatu periode. Disatu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 1999 adalah 27%, sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka ini cukup menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan, karena data yang digunakan untuk target sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antar daerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal. Untuk data mikro, beberapa lembaga pemerintah telah berusaha mengumpulkan data keluarga atau rumah tangga miskin secara lengkap, antara lain data keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN dan data rumah tangga miskin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik lokal. Strategi kedepan tentunya diharapkan, berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi mengenai angka jumlah kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama manfaatnya untuk perencanaan lokal. Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas. Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas tertentu. Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era otonomi daerah sekarang yang sekarang ini mulai diterapkan. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada displin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropolgi dan lainnya.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam permasalahan ini telah menetapkan dua strategi utama penanggulangan kemiskinan, yaitu:
1. Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik; dan
2. Mengurangi pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses ke pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Kedua strategi tersebut dijabarkan dalam empat pilar langkah kebijakan sebagai berikut:
(1) Dalam rangka memperluas kesempatan (promoting opportunity) maka strategi yang dilakukan adalah menciptakan suasana dan lingkungan ekonomi makro, pemerintahan, dan pelayanan publik yang memihak bagi pencapaian upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat (community empowerment), maka strategi yang dipilih adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pemantapan organisasi dan kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya sehingga mampu mengakses dan berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan publik.
(3) Dalam rangka upaya peningkatan kemampuan (capacity building), maka strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, permodalan, prasa-rana, teknologi, serta informasi pasar.
(4) Dalam rangka upaya perlindungan sosial (social protection), maka strategi yang dipilih adalah memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin (fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, cacat) dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif, krisis ekonomi dan konflik sosial yang diarahkan melalui kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok.
Berdasarkan faktor penyebab kemiskinan yang dominan, yaitu faktor struktural (eksternal), maka ada tiga pilar demokratisasi untuk melawan pemiskinan, yaitu:
Restrukturisasi relasi politik, antara lain:
(a) Perlunya dibentuk UU yang secara khusus mengatur penanggulangan kemiskinan. UU ini akan mengatur: strategi penanggulangan kemiskinan dan target penanggulangan kemiskinan; komisi independen kemiskinan dan dana/alokasi dana untuk penanggulangan kemiskinan;
(b) Komisi Penanggulangan Kemiskinan Independen yang diangkat berda-sarkan Undang­Undang dan beranggotakan orang yang kredibel yang memiliki mandat untuk memajukan, membela dan memantau program pembangunan dan penanggulangan kemiskinan;
(c) Revisi dan/atau pencabutan Peraturan Perundang-undangan yang meng-hambat atau tidak mendukung usaha-usaha penanggulangan pemiskinan.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, maka pendekatan penanggulangan kemiskinan menjadi kewajiban hukum (legal obligation) dari Negara. Dengan demikian akan terhindari penanggulangan kemiskinan menjadi suatu hal yang bersifat "kedermawanan' (charity). Terkait dengan pendekatan kemiskinan berbasis hak, maka strategi yang bertumpu pada kewajiban negara (state obligation) akan dapat menjadi inisiatif yang memadai untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat miskin.
Strategi penanggulangan kemiskinan yang dirumuskan oleh Bappenas tersebut dikritik oleh pada para pegiat LSM karena proses penyusunannya bersifat sangat-terlalu elitis-sentralistis (tidak bersifat desentralistis sesuai semangat dan roh otonomi daerah), tidak partisipatif dalam artian tidak melibatkan perwakilan masyarakat miskin sehingga tidak memenihi prinsip akuntabelitas publik, dan menafikan realitas penyebab kemiskinan yang bersifat lokal-spesifik. Oleh karena itu, perumusan strategi penanggulangan kemiskinan daerah (SPKD) sesuai amanat Inpres Nomor 5 tahun 2003 seyogianya berbasis pada penyebab kemiskinan, baik penyebab langsung (pola), penyebab tidak langsung (struktur) dan penyebab mendasar/akar permasalahan dilakukan melalui analisis kemiskinan partisipatif (AKP) sebagai pendekatan alternatif. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan AKP, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kunci, antara lain:
Pertanyaan pertama, yaitu dimana masyarakat miskin berada? Pertanyaan ini akan menuntun kita untuk mengenali konsentrasi peta kemiskinan, apakah mereka berada pada daerah tertentu, misalnya perkampungan nelayan, daerah pertanian, daerah suku minoritas tertentu atau di daerah terpencil di pegunungan, atau di sudut-sudut perkotaan atau kemiskinan ada merata di berbagai tempat. Kita dapat mengajak berbagai stakeholders melalui proses konsultasi publik terbatas untuk menentukan tipologi kemiskinan yang terdapat di kabupaten/kota tersebut. Penentuan tipologi harus didasarkan pada pertimbangan gabungan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BKKBN, BPS, Dinsos, Bappeda dan sumber lainnya yang dapat dipercaya, dengan tidak mempertentangkan konsep yang dianut oleh masing-masing Dinas/Badan/Kantor/lembaga
Pertanyaan kedua, yaitu siapa saja pihak yang miskin tersebut? Apakah mereka umumnya berasal dari suku tertentu, kelompok masyarakat yang mempunyai kedudukan sosial tertentu atau mempunyai pekerjaan-pekerjaan tertentu. Misalnya mereka umumnya merupakan buruh nelayan yang tidak mempunyai perahu sendiri, mereka buruh perkebunan musiman yang merupakan pendatang di daerah ini, mereka adalah masyarakat yang hidup di laut yang tidak mempunyai lahan dan dianggap oleh masyarakat lokal umumnya sebagai masyarakat yang terbelakang dan suka mencuri atau mereka merupakan suku berpindah yang hidup di hutan yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan modern pada umumnya dan masyarakat menganggapnya sebagai suku terasing. Bagaimana kondisi perempuan, janda dan buruh anak pada masyarakat miskin ini? Misalnya di masyarakat nelayan kondisi janda sangat sulit karena mereka tidak punya akses kelaut (umumnya perempuan tidak ikut kelaut), akses utama kehidupan nelayan. Mereka terpaksa hidup dari sisa ikan yang tidak laku terjual dan bercocok tanam secara sangat sederhana. Dari kedua pertanyaan ini kelompok miskin akan menjadi jauh lebih kongkrit sosoknya, sehingga pertanyaan berikut juga bisa dijawab dengan sangat spesifik.
Pertanyaan ketiga, yaitu mengapa mereka menjadi miskin atau tetap miskin? Umumnya mereka miskin karena kekurangan akses terhadap sumber-sumber utama ekonomi mereka seperti keterbatasan informasi, pasar, modal, pengetahuan pengelolaan produksi (manajemen usaha) atau pada keputusan publik yang menentukan harkat hidup mereka. Contohnya, keterbatasan informasi mengenai cara memelihara ayam yang baik, cara menyiasati pasar yang ada, harga komoditi di pasaran, cara memperoleh input yang lebih murah dll. Keterbatasan akses terhadap pasar karena hanya ada satu pedagang pengumpul yang memonopoli akses mereka kepasar di luar desanya dll. Keterbatasan modal, semua usaha selalu mengeluhkan keterbatasan modal namun adanya modal yang lebih besar tidak selalu menyelesaikan masalah dan bahkan bisa memperparah keadaan. Pemberian modal pinjaman untuk mesin jahit pada pengrajin boneka di Tasikmalaya justru mengurangi pendapatan mereka. Mereka dahulunya dipinjamkan mesin oleh pengumpul, sekarang harus mencicil dan memelihara mesin sendiri sementara harga jual ke pengumpul yang memonopoli akses ke pasar luar sama saja. Mesin jahit juga tidak bisa dipakai untuk kepentingan produktif lainnya. Petani bebek di Jawa Tengah nasibnya lebih buruk setelah mendapat modal karena kesulitan mengembalikan hutangnya. Penambahan bebek memerlukan cara penanganan yang lebih profesional sementara pengetahuan produksi mereka terbatas dan daya serap pasar desa untuk bebek mereka juga terbatas. Produksi bebek meningkat tapi harga jual jadi menurun. Modal selalu dibutuhkan tapi tanpa memperhitungkan kemampuan mengatur produksi dan akses pasar modal bisa menjadi bumerang.
Pengelolaan produksi, misalnya pengrajin meubel dan sejenisnya sering meningkatkan produksi berdasarkan perkiraan trend pasar yang kurang dikaji dengan baik sehingga pada saat tertentu sering terjadi kelebihan produksi. Akibatnya untuk membayar buruh dan biaya lainnya barang terpaksa di jual dengan merugi. Kemampuan mengelola sistem produksi yang dikaitkan dengan kondisi pasar sangat penting namun kebanyakan pengusaha kecil tidak mempunyai kemampuan ini. Harus ada sistem yang menjembataninya. Akses terhadap keputusan publik, yaitu sering keputusan mengenai tata ruang bisa secara tiba-tiba memiskinkan banyak orang. Contohnya, Keputusan Pemerintah DKI Jakarta untuk merubah fungsi suatu perkampungan di Jakarta Utara menjadi kompleks Ruko hanya menguntungkan aparat dan merugikan masyarakat banyak. Daerah kampung miskin ini merupakan daerah industri rumahan penunjang eksport "wearing apparel". Detail-detail kecil dari barang yang akan dieksport seperti manik-manik, kancing yang lepas dipasang disini sebelum dimasukan ke container. Suatu sistem yang praktis dan menguntungkan produsen, kelompok miskin dan eksport Indonesia, terpaksa hilang hanya karena perencana di DKI tiba-tiba merasa akan lebih produktif bila daerah ini dibuat ruko. Bila kelompok miskin mempunyai kesempatan yang sama terhadap keputusan publik kerugian ini tidak akan terjadi.
Kerentanan yang tinggi, selain akses mereka juga miskin karena mempunyai kerentanan yang tinggi. Mereka sering mempunyai kiat-kiat yang mengagumkan untuk mengatasi krisis namun kerentanan mereka umumnya tetap tinggi. Seorang janda yang berdagang kelontong sering harus memakai semua modalnya bila anak sakit, ada keluarga hajatan, dll. Petani kecil sekali gagal panen akan sulit memberoleh modal kembali dan sering terbelit hutang yang berkepanjangan. Pedagang ukiran logam akan bangkrut bila sedikit kurang memperhatikan fluktuasi harga logam yang berubah cepat. Kerentanan-kerentanan semacam ini yang penting untuk diatasi dalam mengurangi kemiskinan. Bagaimanapun, kerentanan ini sangat perlu disadari walau sering tertutupi oleh kegigihan dan fleksibilitas mereka dalam berusaha. Kerentanan ini, seringkali menyebabkan mereka sangat sulit mengakumulasi modal. Penyebab kemiskinan terkait dengan "human capital", "social capital", " financial capital", "physical capital" dan "natural capital" dapat dianalisis dengan diagram penyebab kemiskinan (cause effect diagram) atau dengan fenomena gunung es.
Pertanyaan keempat yaitu, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang mampu dilakukan oleh para stakeholders, bagaimana caranya? Bila kita akan mengarah pada strategi yang realistis, maka kita perlu membedakan kedua jawaban ini dan memfokuskan diri pada apa yang mampu dilakukan. Pemetaan jawaban 1,2 dan 3 yang digabungkan dengan usulan upaya-upaya penanganan yang realistis inilah merupakan suatu strategi penanggulangan kemiskinan (siapa melakukan apa, kapan, dimana dan bagaimana). Setelah merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan secara transparan, partisipatif dan akuntabel, maka SPKD tersebut harus dikonsultasi-publikan lagi di tingkat cluster (kecamatan) dan di kabupaten/kota untuk mendapatkan masukan yang lebih luas dan mempertinggi prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas publik. Selanjutnya SPKD tersebut harus dilembagakan melalui mekanisme legislasi yang diajukan oleh pihak eksekutif (pemkab/Pemkot) atau mungkin pula merupakan hak inisiatif legislatif kalau inisiatifnya berasal dari DPRD. Pelembagaan SPKD dalam bentuk peraturan daerah (Perda) harus dilakukan karena memiliki kekuatan "legal-formal" untuk selanjutnya diintegrasikan dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran reguler (APBD), kemudian diimplementasikan, diawasi oleh publik dan dipertanggungjawabkan dalam LPJ Bupati/Walikota

BAB III
PENUTUP
Upaya penanggulangan kemiskinan memiliki makna filosofis, strategis maupun pragmatis. Oleh karenanya, upaya penanggulangannya seyogianya dilakukan secara menyeluruh, mendasar, mendalam, transparan, partisipatif dan akuntabel dengan berbasis pada penyebab kemiskinan yang multi-dimensional, baik secara langsung, tidak langsung, maupun menukik langsung pada akar permasalahannya. Jika tidak demikian, maka benarlah apa yang pernah dikatakan oleh pepatah Afrika yang mengatakan bahwa" Barang siapa ingin membantu sembilan orang miskin, maka ia menghadapi resiko menjadi orang miskin yang kesepuluh". Dengan demikian, kita harus bekerjasama lintas sektoral-para pihak (multi-stakeholders), lintas kabupaten/kota, lintas propinsi dan lintas negara dalam menanggulangi kemiskinan. Karena itu, falsafah sapu lidi masih sangat relevan dalam upaya penanggulangan kemiskinan, yaitu berkerja bersama dalam menanggulangi kemiskinan (Working together to overcome the poverty). Dengan kemauan politik (political will) dan aksi politik