13 March 2014

Strategi Perubahan

Perubahan bukanlah sesuatu yang baru. Didunia bisnis, berkat perubahan, dunia mengenal nama Lee Iacocca yang ditendang begitu saja oleh Henry Ford dan menjadi pembaru di Chrysler yang kala itu nyaris bangkrut. Tapi pada era selanjutnya. Lee berubah dari part of the solution menjadi part of the problem. Ia terpaksa digusur oleh pemilik saham dengan sedikit agak kasar. Didunia ini pekerjaan paling sulit dalam perubahan adalah menggusur tokoh perubahan, karena seakan-akan dirinya sendirilah perubahan itu. Ia tampak begitu karismatik, dan kejatuhannya menimbulkan kegoncangan yang dahsyat. Selain itu, perubahan juga pernah menelan armada penerbangan kebanggaan adikuasa: Pan Am. Ia dilikuidasi begitu saja karena gagal memenuhi kehendak pasar setelah pesawatnya diserang beberapa kali oleh teroris. Sedangkan Harley Davidson yang juga nyaris bangkrut ternyata berhasil diselamatkan. Di Indonesia, pada tahun 1998 ribuan konglomerat gulung tikar. Saham-saham mereka diambil alih oleh pemerintah karena mereka tak mampu membayar hutang. Puluhan bank ditutup dan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan. Bursa efek yang tadinya ramai menjadi sepi. Televisi tak kebagian iklan sehingga mereka pun nyaris bangkrut. Ribuan buruh turun ke jalan dan sejumlah mahasiswa gugur tertembus pelor aparat saat menetang kekuasaaan rezim Soeharto. Tentara kehilangan arah, demikian juga dengan polisi dan politikus. Tatanan nilai-nilai lama sudah tidak bisa dipegang, sementara tatanan nila-nilai baru belum terbentuk. Indonesia pun mulai memasuki era baru. Proses penghancuran itu sendiri memakan waktu yang sangat lama. Saat proses penghancuran terhadap nilai-nilai lama masih terus berlangsung, dan seperti menanam gigi yang berlubang, kalau busuk pada lubang lama tak bersih betul maka kuman akan kembali menyerang. Berbagai negera pernah melakukan perubahan, begitu juga dengan Indonesia yang harus memilih untuk berubah sendiri. Pemerintahan tak bisa berubah dalam sekejap, tetapi bisnis bisa. Maka itu perubahan itu harus dimulai dari tatanan mikro. Dari dunia usaha, dari industri-industri keuangan, perbankan, pasar modal, barang-barang konsumsi, ekspor, pendidikan dan seterusnya. Tetapi reformasi di sektor mikro tak dapat menghasilkan kesejahteraan kalau makronya tidak ikut dirubah. Apa yang terjadi kalau makro tidak dirubah? Di negara yang makronya tidak sehat, sektor-sektor mikro yang bagus akan hengkang ke negeri jiran. Itu yang saat ini terjadi pada Jepang, dan kini menghantui negara-negara Skandinavia. Itu pula yang saat ini terjadi disini, satu persatu mereka pindah ke China, Vietnam, Malaysia dan Singapura. Karakteristik Perubahan Pertama, ia begitu misterius karena tidak mudah dipegang. Bahkan yang sudah digenggam pun tidak bisa pergi ke tempat lain tanpa berpamitan. Ia bahkan dapat memukul balik seakan tak kenal budi. Tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Soeharto, Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri berkuasa karena perubahan, akan tetapi mereka juga diturunkan karena perubahan pula. Kedua, perubahan memerlukan change maker(s). rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia punya keberanian yang luar biasa. Bahkan sebagian besar pemimpin perubahan gugur di usia perjuangannya. Martin Luther King, Mahatma Gandhi, dan Abraham Lincoln mati tertembak. Nabi Muhammad harus hijrah ke Madinah. Dalai Lama yang harus hidup dalam pengasingan. Didunia bisnis, tokoh-tokoh perubahan juga mengalami hal serupa, bahkan banyak yang namanya tak dikenal karena dilengserkan oleh lawan-lawannya yang pro status quo sebelum menjadi terkenal. Di Telkom ada alm. Cacuk Sudariyanto, di Garuda Indonesia adal Roby Johan dan Abdul Gani, di Departemen Keuangan ada Marzuki Usman dan di pegadaian ada Sjamsir Kadir. Ketiga, tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar mereka hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa kemampuan melihat masa depan. Maka persoalan besar perubahan adalah mengajak orang-orang melihat apa yangt Anda lihat dan memercayainya. Keempat, perubahan terjadi setiap saat, karena itu perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-kali. Setiap satu perubahan kecil yang dilakukan seseorang maka akan terjadi pula perubahan-perubahan lainnya. Berilah seseorang yang berpakaian sederhana sebuah pena yang bagus maka ia akan memakai baju yang bagus untuk menyesuaikan dengan penanya. Berikanlah lantai yang bersih maka orang akan berhenti membuang sampah. Kelima, ada sisi keras dan ada sisi lembut dari perubahan. Sisi keras adalah masalah uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut merupakan manusia dan organisasi. Sebagian besar pemimpin hanya memfokuskan pada sisi keras, padahal keberhasilan sangat ditentukan pada sukses mengelola sisi lembut tadi. Perhatian pada sisi keras ini terutama disebabkan oleh pengaruh kentalnya theory of economic the firm yang mengedepankan aspek efektifitas dan efesiensi yang tampak pada the bottom line. Munculnya theory cultural evolution of the firm yang mengendepankan unsur pikiran dan makna simbolik belum begitu nampak disini. Keenam, perubahan membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan. Untuk berhasil menaklukannya perlu kematangan berpikir, kepribadian yang tangguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap dan dukungan yang luas. Apakah Perubahan Selalu Membawa Pada Pembaruan ? “ All things must change to something new, to something strange”. Henry Wadsworth Longfellow. Meski perubahan dinantikan dan menjanjikan kehidupan baru, ternyata tidak semua perubahan membawa hasil seperti yang diharapkan. Berkiut adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan perubahan tidak membawa hasil yang maksimal : 1. Kepemimpinan yang tidak cukup kuat, perubahan menuntut hadirnya pemimpin yang kuat. Tanpa kekuatan kepemimpinan, perubahan tak cukup berenergi untuk bergulir seperti yang diharapkan. Kepemimpinan yang kuat tidak sama dengan kepemimpinan yang otoriter. Kepemimpinan yang kuat berarti kepemimpinan yang penuh wibawa karena bersih, ahli, dapat dipercaya, dan jelas arahnya. 2. Salah melihat reformasi, reformasi sering hanya dianggap reorganisasi oleh para birokrat. Reorganisasi adalah mengubah bentuk organisasi. Tujuan perubahan adalah mengubah manusia, bukan mengubah organisasi. Tanpa diikuti upaya mengbah kebiasaan manusianya, reorganisasi tak akan membawa perubahan apa-apa. 3. Sabotase, perubahan akan selalu menghadapi tantangan, khususnya dari mereka yang tidak menyukai pemimpin baru, atau mereka khawatir kenikmatan-kenikmatan yang selam ini diperoleh akan hilang begitu saja. Bermacam-macam bentuk sabotase yang dapat dilakukan, seperti misalnya : fitnha, menghalangi melalui jalur-jalur pengawasan, menggerakkan gejolak keresaha buruh, dan sebagainya. 4. Komunikasi yang tidak bagus, perubahan menuntut adanya komunikasi. Informasi resmi dari satu arah saja belum cukup. Sebab, dalam setiap perubahan selau ditemuui orang-orang yang memberikan infromasi tandingan, bahkan infromasi-infromasi palsu yang menyesatkan. Komunikasi yang tidak begitu bagus akan menyulitkan diri sendiri karena pemimpin tidak akan pernah menang melawan persepsi. Strategi Perubahan Pada Perusahaan Perubahan besar pada perusahaaan tentu bisa memorak-porandakan perusahaan-perusahaan yang tidak emmpunyai struktur yang hebat. Mengapa perusahaan-perusahaan tidak mempunyai struktur yang kuat? Atau mengapa mereka tidak membangun kekuatan-kekuatan itu? Berikut adalah beberapa alasannya : Salah angkat direksi dan komisaris, kebanyakan perusahaan kita terbagi dalam dua kategori, yaitu perusahaan keluarga dan perusahaan milik Negara (BUMN). Bagi perusahaan keluarga, kebiasaaan-kebiasaan mengangkat pemimpin dari kalangan internal mengakibatkan terbatasnya proses seleksi karena hanya mempunyai resources yang sangat terbatas. Selain itu pengambilan keputusan yang bersifat emosional sangat mewarnai perusahaan. Hubungan direksi-komisaris sebagai hubungan ayah-anak, atau adik-kakak, suami-istri sehingga mengurangi makna pengawasan. Di BUMN sudah sering ditemui pengangkatan orang-orang yang kurang capable karen tidak diambil dari resources yang benar, capable dan terbuka. Eksekutif-eksekutif yang hanya menguasai bidangnya secara spesifik (misalnya farmasi, teknik, transportasi atau keuangan saja) belum tentu memiliki kecakapan dalam mengelola perusahaan yang besar. Salah angkat pemimpin bisa berakibat fatal bagi perusahaan dan masa depannya. Tidak boleh memberhentikan karyawan.Yang tidak boleh adalah memberhentikan karyawan yang produktif dan loyal. Dalam banyak perusahaan, para eksekutif tampak enggan memberhentikan, memindahkan atau mengurus karywan-karyawannya, khususnya mereka mereka yang bermasalah. Karyawan yang bermasalah, tidak disiplin, malas, mencuri, merusak nilai-nilai positif perusahaan harus dapat dipisahkan dari mereka yang produktif dan berkualitas. Mitos bahwa karyawan tidak boleh diberhentikan dapat mengakibatkan perusahaan menjadi tidak produktif. Hanya bekerja, budaya kerja sebagai ‘hanya bekerja” mengakibatkan manusia-manusia tidak belajar. Pada saat mereka memimpin, mereka pun hanya bekerja, bukan berkreasi atau merespon perubahan. Akibatnya, mereke tidak menjadi visioner, tidak mampu melihat kedepan. Di sebuah perusahaan atau badan usaha harus ada ornag yang memimpin dan dipimpin. Semua orang harus punya kontribusi positif dan berkembang membesarkan perusahaan. Terlalu banyak control, control tidak boleh melebihi jam kerja yang diberikan seorang eksekutif. Di Indonesia , sebuah badan usaha bisa dikendalikan oleh banyak control yang menyita banyak sekali waktu seorang eksekutif, mulai dari akuntan, internal auditor, BPK, BPKP, BAPEPAM, KPK, dan sebagainya. Kontrol yang berlebihan dapat membuat eksekutif keletihan dan sulit mengambil keputusan. Pembaruan Perusahaan “To remain young, one must change”. Alexander Chase. Bila kita kembali pada dataran mikro, yaitu perubahan yanh terjadi dalam unit usaha. Platt (2001) membedakan strtegis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori, yaitu : Transformasi Manajemen Transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat, atau perusahaan yang mulai menangkap adanya signal-signal yang kurang menggembirakan. Pada saat ini, biasanya perusahaan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti : Hal-hal tidak patut apa yang telah kita lakukan (“what are we doing wrong?”) Hal-hal apa yang mampu membuat kita menjadi lebih baik (“what could we do better?”) Manajemen Turnaround Strategi ini dilakukan kalau perusahaan sudah mulai menghadapi persoalan-persoalan yang agak pelik dan melibatkan pihak-pihak yang lebih luas. Namun, pada tahapan ini disadari perusahaan masih mempunyai sumber daya dan waktu yang memungkinkan untuk melakukan maneuver-manuver perbaikan. Misalnya, Anda masih bisa memperbaiki performance perusahaan karena masih mempunyai produk unggulan, reputasi yang memadai, dan masih ada aset-aset kurang produktif yang dapat ditingkatkan produktivitasnya atau dilepas pada pihak ketig
a. Manajemen Krisis Strategi ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang sudah memasuki masa krisis, yaitu pada perusahaan yang mulai kehabisan darah (cashflow) dan eneergi (reputasi, motivasi). Pada titik ini perusahaan mulai tampak sulit memenuhi kewajiban-kewajiban pembayaran jangka pendek yang jatuh tempo, mulai dari tagihan dari para pemasok bahan baku, kredit jangka pendek, sampai gaji karyawan. Pada tahap ini perusahaan sudah benar-benar berada pada posisi berbahaya dan eksistensinya diragukan.

24 November 2013

Kisah Sukses Mantan Seorang Buruh.....

Setelah sekian lama blog ini vakum, pada kesempatan kali ini saya akan memuat sebuah kisah yang sangat inspiratif tentang seorang bernama Darmanto, seorang mantan buruh percetakan yang hanya tamatan SMP, kisah ini saya sadur dari blog Mas Yodhia Antariksa, selamat membaca.... Dua minggu belakangan, demo buruh marak dimana-mana. Tuntutan mereka sama : agar gaji UMR/UMP bisa dinaikkan secara signifikan. Meski acap membuat jalanan macet, dan perusahaan tempat mereka bekerja terpaksa tutup karena tak kuat menanggung beban biaya, demo buruh itu terus berjalan dengan penuh gelora. Ditengah suara protes yang terus membahana itu, kita mungkin perlu menengok kisah Darmanto, buruh kasar yang hanya lulusan SMP. Dalam sunyi, ia lebih memilih mengubah nasib dengan tangan sendiri. Tidak dengan suara tuntutan yang acap memekakkan telinga. Kisah Darmanto adalah sekeping cerita tentang kegigihan, tentang daya juang yang bertumpu pada etos kemadirian; dan bukan selalu menuntut pihak lain agar dirinya sejahtera. Saya mengenal Darmanto dari internet. Beberapa kali saya order layanan dia untuk melakukan review dan mencantumkan backlink ke web yang saya miliki. Ongkosnya Rp 100 ribu per review. Sejauh ini, saya puas dengan hasil kerjanya. Lalu disebuah sore yang tenang, tiba-tiba telpon saya berdering. “Hallo, mas Yodhia, ini Darmanto”. Saya banyak memberi order kepada para blogger penyedia layanan review web dan penulis artikel. Namun hampir tak ada yang menelpon balik. Makanya saya agak terkejut dengan telpon Darmanto di sore yang teduh itu. Ia bilang, selalu melakukan ritual untuk menelpon balik para pelanggannya : sekedar silaturahmi dan menanyakan apakah puas dengan hasil kerjanya. After sales service, begitu isitilahnya. (buruh yang hanya lulusan SMP ternyata paham benar dengan strategi customer retention. ) Lalu kemudian kami berbincang-bincang tentang sejumlah hal, dan juga tentang kisahnya. Darmanto adalah pria dari kampung udik. Tepatnya di dusun Dusun Kranding, Warungpring, 2 jam dari kota Pemalang. Sebuah dusun yang berada di bibir hutan Randudongkal, jauh dari modernitas dan hingar bingar dunia digital. Ia hanya lulusan SMP. Ia tak punya uang untuk sekolah ke SMA. Selepas SMP ia hanya bekerja sebagai buruh rendahan di sebuah perusahaan percetakan di Jakarta Barat. Namun gajinya tak seberapa. Ia bosan dengan kemiskinan yang setia menemaninya. Dari komputer di kantornya, ia kemudian sekilas berkenalan dengan dunia internet – sebuah dunia yang ia pikir, mungkin bisa membuatnya terbebas dari kelas buruh rendahan. Begitulah, tiap akhir pekan ia lalu nongkrong seharian di toko buku Gramedia, dekat kos-kosannya yang reot di kawasan kumuh Jakarta Barat. Ia betah berjam-jam di toko itu demi membaca dan menggali ilmu tentang internet (ia hanya sanggup membaca di tempat, sebab ia tak cukup punya uang untuk membeli buku-buku tersebut). Ia nongkrong membaca begitu banyak buku tentang internet : tentang blogspot, wordpress, PHP, online reseller hingga Search Engine Optimation. Istilah-istilah dunia online itu tak membuatnya gentar, meski ia sadar hanyalah buruh lulusan SMP dari sebuah desa nun jauh di pedalaman. Kegigihannya untuk mengubah nasib membuat ia tekun belajar secara otodidak. Sebab hanya dengan ini, saya bisa mengubah nasib secara mandiri. Begitu ia membatin kala itu, sambil kakinya pegal-pegal lantaran ia hanya boleh membaca buku di tempat toko buku sambil berdiri berjam-jam. Kala malam tiba, ia menghabiskan waktu di internet dengan tarif termurah. Ia tekun mempraktekkan apa yang telah ia baca. Pelan-pelan ia kemudian bisa membuat web, melakukan programming CSS, hingga mengulik teknik tentang optimasi page rank. Dengan kemauan, tak ada yang tak mungkin bahkan bagi buruh kasar yang cuma lulusan SMP. Dari proses itu, ia kemudian memberanikan diri memberikan layanan jasa internet : mulai dari membuat web design, jasa review blog hingga jasa SEO. Ia masih melakukannya sembari tetap bekerja sebagai buruh rendahan di kantor percetakan. Setelah dijalani selama setahun secara sambilan, ia merasa waktunya tak lagi cukup : sebab order alhamdulilah terus datang. Enam bulan lalu ia resmi resign dari jabatannya yang ia sandang dengan penuh kepahitan : buruh kelas rendahan dengan upah pas-pasan. Kini ia bekerja secara full time sebagai : an Internet Expert from Randudongkal. Ia juga memutuskan untuk pulang ke kampungnya, dusun Kranding yang jauh dari keramaian. Dari desa yang sunyi itu, ia menjalani usahanya dengan penuh passion (meski desa, koneksi internet di dusunnya tergolong cepat karena masuk dalam jangkauan SmartFren). Penghasilannya kini jauh lebih banyak dibanding saat ia menjadi buruh rendahan. Bukan hanya itu, ia bisa menjalani usahanya dari desanya yang teduh, dengan biaya hidup yang jauh lebih murah di banding di Jakarta. Kalau melihat hasil kerjanya yang pernah saya order dari dia, saya tidak menyangka kalau ia hanya lulusan SMP. Artikel reviewnya oke, dan yang lebih penting : dampaknya bagi page rank web saya termasuk signifikan (web saya di mata Google menjadi kian cemerlang). Sekali lagi, kisah Darmanto menyuguhkan sekeping wisdom : perubahan nasib bisa dilakukan siapa saja, tanpa melihat status pendidikan, kelas sosial ataupun apakah Anda lahir di kota atau desa kampungan. Darmanto mungkin sejenis insan yang percaya bahwa hanya dirinya sendiri yang bisa mengubah nasib; dan bukan dengan berpangku tangan pada belas kasihan orang lain. Spirit kemandiriannya membuat ia terus gigih belajar, mengejar ilmu dan kemudian memanfaatkannya demi perubahan nasib.

14 November 2011

Studi Kasus : Runtuhnya Nokia


Temaram senja tampak tengah bersemayam diatas kompleks kantor pusat Nokia di kota Helsinki, Finlandia. Butiran salju tipis berjatuhan, menghampiri setiap sudut bangunan. Udara terasa dingin membeku. Di salah satu ruangan, para petinggi Nokia tampak duduk berdiskusi dengan penuh kesenduan. Semilir angin yang dingin membuat suasana ruangan itu terasa kian muram.

Para petinggi itu layak gundah gulana. Hari-hari ini kita tengah menyaksikan drama robohnya kedigdayaan Nokia dalam panggung industri ponsel global. Di banyak negara, pangsa pasar Nokia jatuh bertumbangan. Dalam kategori smartphone – salah satu kategori terpenting – produk Nokia terpelanting, dihantam barisan produk kompetitor.

Dan ini dia fakta yang terasa begitu pahit : dalam tiga tahun terakhir, harga saham Nokia anjlok hingga 80% (delapan puluh persen !!). Ini sama artinya dengan kehancuran. Para pelaku dan pengamat pasar terasa begitu galau dengan masa depan Nokia.

Bagaimana mungkin Nokia yang dulu begitu jaya kini mendadak menjadi pecundang? Diskusikan studi kasus ini dengan kelompok Anda!

Kirimkan hasil diskusi tersebut ke email syahrudi_83@yahoo.co.id, jawaban diskusi paling lambat saya terima hari Minggu, 20 November 2011.

04 October 2011

Indonesia Will Be The Next Economic Superpower


Berikut ini adalah sebuah tulisan yang sangat inspiratif dari Mas Yodhia ;
Bunyi terompet kematian yang menandai robohnya ekonomi negara-negara Eropa sayup-sayup mulai terdengar. Perekonomian negara-negara utama seperti Perancis, Italia, Spanyol dan Yunani sedang dirawat di UGD. Sementara raksasa ekonomi lainnya, Amerika Serikat, telah lama termehek-mehek dalam kegelapan ekonomi yang tanpa ujung.

Sementara di belahan dunia lain, yang dipisahkan oleh samudera Atlantik dan Pasifik, muncul kekuatan ekonomi baru yang terus tumbuh. Belahan dunia lain itu bernama benua Asia. Inilah sebuah benua, dimana kegemilangan masa depan ekonomi dunia tengah diracik dan dibentangkan.

Dan senyampang dengan itu, dengan gagah berani muncul barisan the Next Economic Superpowers : China, India, South Korea, dan tentu saja sebuah negeri indah yang bernama : Indonesia.
Salah satu tanda kebesaran ekonomi sebuah bangsa, selalu dilihat dari size PDB-nya atau produk domestik bruto (atau GDP/Gross Domestic Product). Dalam bahasa kampung, PDB merupakan total output/produksi yang dihasilkan oleh sebuah negara : mulai dari produksi sepatu oleh pengrajin Cibaduyut hingga hasil minyak Pertamina; mulai dari produksi mie tek-tek di pinggir pasar Glodok hingga produksi kelapa sawit di perkebunan maha luas milik Astra Agro Lestari.

Pendeknya, PDB ibarat volume produksi bagi para juragan pabrik. Makin besar, makin bagus. Dan negeri kita, karena jumlah penduduknya yang amat banyak serta area Nusantara yang maha luas (lebih panjang dibanding negara Amerika), termasuk negara dengan PDB yang relatif besar yakni : 6,000 trilyun rupiah (atau berada pada posisi 18 terbesar di dunia).

Nah, angka PDB itu juga yang dijadikan dasar untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Jadi, kalau di koran-koran kita dengar ekonomi Indonesia akan tumbuh 6 %, maka patokannya adalah : angka PDB yang besarnya sudah Rp 6,000 trilyun akan tumbuh 6 % (atau tumbuh sebesar Rp 360 trilyun rupiah). Angka pertumbuhan 6 % tergolong bagus (Eropa dan Amerika hanya bisa tumbuh 1,5%; jadi kita bisa tumbuh 4 kali lipat dibanding mereka !!).

Dengan basis angka PDB yang sudah cukup besar, dan didukung dengan angka pertumbuhan yang meyakinkan (yakni antara 6 – 7%), Indonesia PASTI akan menjadi raksasa ekonomi di masa depan (sayangnya, media massa kita jarang menampilkan hal ini. Justru media internasional yang berkali-kali membahas masa depan gemilang ekonomi Indonesia).

Yang mungkin juga layak dicatat adalah ini : jumlah size PDB yang 6000 triyun itu, mayoritasnya (sekitar 63%) di sumbang oleh konsumsi domestik. Atau oleh belanja konsumen domestik, atau ya oleh kita-kita ini : mulai dari membeli Blackberry Bold 9900 baru di pasar Roxi hingga ambil Vario gres di dealer motor; mulai dari jalan-jalan sambil makang siang di Mall hingga beli baju modis di Bandung.

Konsumen Indonesia memang amat powerful. Itulah kenapa seorang haji yang juga juragan sukses pernah bilang : cari uang di Indonesia itu amat gampang; uang ratusan milyar bercereran di jalan dan di pasar; kita tinggal mengambilnya semudah mengorek upil.

Maksud sang juragan itu jelas : peluang bisnis dan prospek pasar di negeri ini sedemikian menggiurkan, dan inilah kesempatan emas bagi siapa saja untuk menjalankan bisnis (kalau ndak percaya tanya Toyota dan Nestle kenapa mereka mau bikin pabrik baru di Cikarang, masing-masing senilai 2 trilyun). So, just build your own busines, and do it NOW.

Elemen lain yang juga akan membuat Indonesia menjadi superpower ekonomi adalah ini : bonus demografi. Ini istilah yang lazim digunakan untuk menyebut sebuah negara yang punya komposisi penduduk yang produktif. Indonesia termasuk disitu : dari 235 juta penduduk kita, mayoritas berada pada usia produktif (atau antara 17 sd 50 tahun). Dan ini akan memberi efek dahsyat bagi kemajuan ekonomi.

Negara-negara maju, termasuk Jepang, sebaliknya. Mayoritas penduduk mereka berada pada usia lanjut (dan tidak produktif). Sebutannya : negara yang menua, atau an aging nation. Dan ini malapetaka buat ekonomi bangsa. Jepang dan negera maju lainnya, pelan-pelan bisa hancur, sejalan dengan penduduknya yang jompo semua.

Demikianlah beberapa catatan yang layak diperhatikan, kala kita punya impian untuk menjadikan Sang Bumi Nusantara menjadi the Next Economic Superpower.

Negeri ini pernah mengalami kejayaan yang amat impresif, ketika dipimpin oleh seorang perdana menteri bernama Gajah Mada. Kedahsyatan negeri Majapahit yang dipahat 900 tahun silam itu insya Allah akan terulang kembali.

29 August 2011

Perang Inovasi di Era Globalisasi


Hidup barangkali kini terasa makin nyaman, dan untuk itu kita layak memberikan kecupan hangat pada para inovator yang telah mempersembahkan aneka produk inovatif dihadapan kita.
Dulu kita mungkin tak pernah membayangkan betapa kita bisa melayangkan sederet kalimat romantis pada kekasih kita melalui medium SMS. Atau, juga melakukan chatting dengan kawan diseberang samudera melalui fasilitas internet. Karena itu, siapa tahu dua puluh lima tahun lagi kita bisa menikmati mobil terbang, melayang diatas jalanan kota Jakarta sambil menikmati pendaran emas menara Monas?
Ya kini tiap hari rasanya kita senantiasa disuguhi aneka produk yang menawarkan sejumput inovasi demi sebuah kenikmatan hidup. Mulai dari produk kamera digital, mobile banking, media televisi diatas screen telpon genggam, hingga produk celana-dalam-sekali-pakai-kemudian-dibuang.
Kisah inovasi yang ditorehkan dengan tinta emas mungkin akan dinikmati oleh mereka yang memang senantiasa dapat meracik beragam produk baru yang inovatif. Namun bagi sebagian yang lain, perang inovasi ibarat padang kurusetra : tempat dimana mereka terpanah penuh luka, dan akhirnya gugur di medan laga.
Dunia tak kekurangan dengan korban-korban yang terpelanting dalam laga inovasi yang brutal itu. Kita disini mau mencatat tiga contoh diantaranya.
Yang pertama misalnya adalah dalam arena kamera digital. Dulu sebelum kamera digital menjadi sesuatu yang lumrah, kita mengenal produk bernama Kodak sebagai sang dewa. Setiap kali Anda pergi liburan bersama teman atau kerabat, pasti kotak film bermerk Kodak itu nyangkut di tas Anda.
Namun perkembangan teknologi kamera digital telah menghempaskan mereka dalam puing sejarah yang usang. Kodak tidak cepat merespon perubahan yang mematikan ini, dan kini mereka tinggal menunggu peti mati untuk beranjak tidur selamanya.
Contoh kedua adalah telpon rumah. Dulu bisnis ini menjadi sumber mesin uang bagi Telkom, sang penguasanya. Namun kini ketika handphone telah ada dimana-mana, frekuensi penggunaan telpon menurun drastis (di rumah pun banyak orang yang kini lebih memilih memakai handphone daripada telpon rumah yang jadul itu).
Dan itulah yang terjadi : penurunan pendapatan Telkom dari bisnis telpon rumah lebih cepat daripada yang mereka prediksi. Bisnis telpon rumah kemudian menjelma menjadi bisnis yang stagnan, dan bagian dari sejarah masa silam.
Contoh yang lainnya adalah perang inovasi di bisnis sepeda motor. Dulu, produsen motor Suzuki selalu menempel ketat sang penguasa pasar, Honda, bersama rival terdekatnya yakni Yamaha. Namun ketika Yamaha menggebrak dengan produk inovatif bernama skutik Mio, sponsor Valentino Rossi ini terbang melesat bersama Honda – yang terus terengah-engah menahan nafas agar tak tersalip.
Yang kemudian tertinggal dalam sembilu kepedihan adalah Suzuki. Gebrakan inovasi Yamaha, yang segera kemudian disusul oleh Honda, telah membuat Suzuki terpelanting dan terkaing-kaing. Kita sekarang menyaksikan banyak dealer motor Suzuki yang tutup, dan pangsa pasar mereka terus menurun. Kita tidak tahu sampai kapan Suzuki akan terus mengalami penderitaan yang menyakitkan ini.
Tiga kasus diatas telah menyodorkan eksemplar yang begitu jelas : tanpa spirit inovasi, sebuah produsen bisa tergolek kehilangan raga. Proses ini mungkin menjadi kian dramatis dalam bisnis yang melibatkan teknologi yang bergerak dengan cepat (seperti tiga kasus diatas).
Ketajaman mengendus tren pasar, tim pengembangan produk (product development) yang unggul serta budaya inovasi yang mengakar, adalah sejumlah elemen dasar yang perlu dibentangkan jika sebuah organisasi ingin terus bisa bertahan dalam laga inovasi yang terus berjalan tanpa henti.
Tanpa bekal itu semua, sebuah organisasi bisa terjebak dan sekarat. Bagi mereka, perang inovasi bisa menjelma menjadi drama yang menyakitkan, dan membuat mereka terkubur lenyap dalam kesunyian.