22 January 2009

Resume Filsafat Ilmu


I. Filsafat Abad Yunani Kuno
Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.
Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Menurut Barthelemy, kebebasan berpikir bangsa Yunani disebabkan di Yunani sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci. Keadaan tersebut jelas berbeda dengan Mesir, Persia, dan India. Sedangkan Livingstone berpendapat bahwa adanya kebebasan berpikir bangsa Yunani dikarenakan kebebasan mereka dari agama dan politik secara bersamaan.
Pada masa Yunani kuno, filsafat secara umum sangat dominan, meski harus diakui bahwa agama masih kelihatan memainkan peran. Hal ini terjadi pada tahap permulaan, yaitu pada masa Thales (640-545 SM), yang menyatakan bahwa esensi segala sesuatu adalah air, belum murni bersifat rasional. Argumen Thales masih dipengaruhi kepercayaan pada mitos Yunani. Demikian juga Phitagoras (572-500 SM) belum murni rasional. Ordonya yang mengharamkan makan biji kacang menunjukkan bahwa ia masih dipengaruhi mitos. Jadi, dapat dikatakan bahwa agama alam bangsa Yunani masih dipengaruhi misteri yang membujuk pengikutnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa mitos bangsa Yunani bukanlah agama yang berkualitas tinggi.
Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu melebur nilai-nilai agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang substansial.
Pemikiran filsafat zaman yunani kuno didominasi oleh pemikiran yang berlaku umum dalam masyarakat yang menunjukkan pemikiran mitologis dikuasai oleh penguasa Negara. Pemikiran-pemikiran baru yang bertentangan dengan pemikiran yang sedang berlaku dilarang, dan tokoh-tokoh pemikiran baru seringkali diajukan ke pengadilan negara. Misalnya seperti yang dialami oleh Socrates guru Plato. Mitologi atau Mitos adalah dongeng-dongeng sakral mengenai kejadian-kejadian dan asal-usul sesuatu yang sangat menentukan keadaan zaman sekarang.
Ciri filsafat abad Yunani kuno ditandai oleh adanya pemikiran yang bersifat mitos. Akan tetapi secara lambat laun pemikiran mitos mulai dikesampingkan. Dengan demikian filsafat abad Yunani kuno menunjukkan adanya pergeseran atau peralihan dari pemikiran mitos ke arah pemikiran kritis rasional, atau dari mitos ke logos.
II. Filsafat Abad Modern
Filsafat abad modern dimulai pada abad ke 15 ditandai oleh timbulnya Renaissance yang memiliki ciri-ciri pemikiran yang mementingkan ilmu pengetahuan. Untuk menghadapi tantangan alam pada zaman modern ini orang memberikan perhatian utama kepada penyelidikan ilmiah. Pemikiran filsafat modern berpangkal kepada ilmu sebagai landasan utama, tidak saja terhadap sikap, pandangan dan pemikiran, tetapi juga dalam penelitian-penelitian serta kebenaran-kebenaran. Dalam filsafat modern terkandung adanya sikap dan pandangan terhadap berbagai masalah hidup serta sikap dan pandangan terhadap alam semesta berdasarkan pandangan rasional. Berdassarkan sejarahnya filsafat modern berkembang karena didorong oleh bermacam-macam faktor. Dalam periode waktu antara abad ke 12 dan ke 17 telah terjadi serangkaian kejadian penting bersama dengan munculnya kelompok pemikir yang menentukan perkembangan filsafat modern.
Kehidupan intelektual di Eropa sebagai warisan pemikiran yang dikembangkan pada abad ke 12 menyebabkan timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebagian maju dan berkembang berkat pengunaan ilmu pasti dari kalangan filsuf arab yang sudah lama dikenal di Babilonia dan India. Dengan munculnya Renaissance pada abad pertengahan, maka perhatian dan penggalian terhadap filsafat abad kuno terutama filsafat Aristoteles semakin besar.
Apabila filsafat abad pertengahan dan filsafat abad modern kita bandingkan, maka filsafat abad pertengahan menunjukkan sifat dan corak teologis dan lebih mendasarkan pada konsep-konsep teologis tersebut yang secara khusus didominasi agama kristen. Sedangkan filsafat abad modern lebih bercorak pemikiran yang bersifat rasional.
Demikian sukarnya mengadakan pembagian yang tegas dalam sejarah filsafat, baik berdasarkan ciri-ciri, maupun berdasarkan periode atau kurun waktunya. Kesukaran tersebut disebabkan masing-masing bagian satu sama lain merupakan kontiunitas dalam perkembangannya. Oleh karena itu untuk bisa memahami filsafat abad modern, perlu memahami dan mengetahui perkembangan filsafat zaman sebelumnya. Pemikiran-pemikiran filsafat sebelumnya merupakan dasar dari pemikiran dari filsafat zaman selanjutnya. Filsafat modern sekarang tibul dan berkembang atas dasar filsafat sebelumnya yang mendahuluinya. Kesukaran lain adalah untuk menentukan kurun waktu yang tegas dari masing-masing pembagian itu. Diatas telah dikemukakan bahwa filsafat abad kuno dumulai pada 600 tahun sebelum masehi dan berakhir pada ke 16 (tahun 529 M). Sedangkan permulaan sejarah filsafat abad pertengahan pada abad ke 2 masehi, sehingga pada abad ke 2 telah dimulai pemikiran-pemikiran rasional, sedangkan pemikiran yang bersifat teologis Kristiani masih mendominasi pemikiran sampai abad ke 16.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa dalam abad kuno sudah ada ciri-ciri pemikiran filsafat abad pertengahan, yaitu pada abad ke 2 dan pada abad pertengahan sudah dimulai benih-benih filsafat modern sejak abad ke 9 dan abad ke 12, walaupun permulaan abad modern pada abad ke 15. hal itu menunjukkan bahwa pemikiran filsafat berkembang secara kontinu, sedangkan filsafat modern berkembang atas dasar filsafat abad pertengahan, dan filsafat abad pertengahan berkembang sebagai kelanjutan dari filsafat abad kuno. Dengan demikian perkembangan filsafat dan juga ilmu-ilmu yang lain bersifat akumulatif.
III. Filsafat Posmodernisme
Teori hasrat yang dikembangkan oleh Deleuze dan Guattari adalah pemikiran produktif yang berlatar belakang situasi Perancis abad kedua puluh. Sebagai kontruksi zamannya, teori hasrat Deleuze dan Guattari tidak terlepas dari dua komponen berikut :
Situasi sosial, politk dan ekonomi Perancis psca Perang Dunia II
Kemunculan wacana intelektual baru yang diteorikan sebagai posmodernisme.
Postrukturalisme dan Posmodernisme
Postrukturalisme, pada tahun 1970an muncul para pemikir yang dikelompokkan sebagai para pemikir postrukturalis. Para pemikir ini, pada umumnya menyerang premis dan asumsi strukturalisme. Postrukturalisme melihat bahwa kaum strukturalisme berusaha menciptakan standar regulatif atau seperangkat sistem normatif yang menghasilkan gagasan tentang identitas subjek yang tidak berubah (opaque). Dengan itu, strukturalisme tidak sepenuhnya mendobrak humanisasi versi pencerahan yang bersandar padz kekuatan rasionalisasi. Sebab, strukturalisme memenjarakan subjek pada mekanisme tersembunyi represif dari sebuah struktur. Lacan, misalnya, berpendapat bahwa subjektivitas adalah bentukan bahasa yang bekerja dalam dan menuntut mekanisme ketidaksadaran bahasa, atau Althusser meneorisasikan interpelasi individu dalam perangkap ideologi.
Maka, meskipun sama-sama mengkritik subjek otonom rasionalis, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara strukturalisme dan posttrukturalisme. Strukturalisme meyakini bahwa satu-satunya jalan untuk mencapai humanisasi adalah dengan mencemplungkan diri sejauh-jauhnya pada struktur sosial. Pada tataran sosial, struktur-struktur adalah penentu identitas subjek. Sementara, postrukturalisme menekankan bahwa struktur-struktur sosial adalah penghalang pencapaian proses humanisasi. Karena itu, para pemikir postrukturalisme lebih berfokus pada usaha untuk menghancurkan melampui batas-batas struktural dan merayakan aliran intensitas infinit manusiawi atau subjektif.
Para pakar postrukturalisme ini tidak lagi menggunakan teori marxis sebagai acuan teoritis. Posisi mereka adalah pos-marxis yang mengklaim bahwa marxisme adalah wacana kuno represif yang tidak lagi sesuai dengan zaman baru. Marxisme diklaim memaksakan pluralitas pada universalitas ekonomi tanpa kelas. Marxisme kemudain ditinggalkan dan diganti dengan mengeksplorasi pemikiran Nietzsche, Heidegger, Wittgenstein, James Dewey, dan para penulis seperti de sade, Bataille, dan Artaud.
Posmodernisme
Pemikiran Nietzsche dan arus pemikiran postrukturalisme adalah fenomena khusus yang kemudian menjadi bagian daru wacana posmodernisme yang memperkarakan hal-hal yang lebih luas. Arnold Toynbee mengategorikan posmodernisme, yang sudah dimulai pada tahun 1875, sebagai era keempat sesudah zaman kegelapan, zaman pertengahan dan zaman modern. Dari pengelompokkan ini, kita bisa mendefinisikan posmodernisme sebagai mutasi dan kontiunitas dari zaman modern dengan visi berbeda.
Selain itu, penempelan kata posn memperkuat ikatan erat antara posmodernisme dengan zaman-zaman sebelumnya, khususnya modernisme. Penempelan kata pos mengandung makna bahwa zaman posmodernisme adalah sekaligus pemutusan total, kritik, koreksi, bentuk radikal dan kelanjutan dan modernisme. Sebagai zaman yang berkaitan erat dengan modernisme, posmodernisme memperkarakan kembali filsafat, rasionalitas dan subjek, serta epistemologi modernisme. Maka, sebelum membahas posmodernisme, kami akan membahas secara ringkas definisi, visi, patologi dan kesadaran modernisme.
Modernisme dipahami sebagai gerakan emansipasi dalam pelbagai bidang kehidupan manusia yang secara historis dimulai di barat. Berdasarkan historisitas kemunculannya, modernisasi sering diidentikkan dengan westernisasi ini terlalu simplistis. Namun, mesti diakui bahwa westernisasi inilah yang menyebabkan gelombang raksasa yang menciptakan perubahan substantif dan kreatif sejarah hidup manusia sejak abad ketujuh belas. Modernisme memotong arus sejarah dengan sebuah emansipasi revolusioner.
Fenomena perubahan ini, oleh beberapa ahli ilmu sosial, disebut secara variatif. Pitirim sorokim menyebutnya sebagai era kebudayaan indrawi, Van Persun menyebutnya sebagai era kebudayaan fungsional, Augeste Comte menyebutnya sebagai era kebudayaan positif, dan Karl Mark menyebutnya sebagai zaman kapitalis.
Meskipun sebutan untuk modernisai bermaca-macam, terdapat visi umum dalam modernisasi. Modernisasi memandang dunia sebagai realitas yang belum optimal. Minimalisasi realitas disebabkan karena manusia belum memaksimalisasi energi kreatifnys dan masih terkait atau dependen pada pandangan mistis, metafisis, religius dan feodalis. Dependensi inilah yang mematikan perkembangan sejarah dan humanisasi. Dengan kata lain, sejarah akan bergulir kembali dan humanisasi diperoleh jika ketergantungan ini direvolusi. Revolusi modernitas menempatkan humanisasi sebagai visi umum. Humanisasi diyakini dapat diperoleh dengan mengimani rasio manusia sadar sebagai lokus pengembangan diri dan masyarakat. Keutuhan individu dan masyarakat bias diperoleh dengan pemaksimalan fungis rasio subjek.
Dalam pengertian beberapa proses di atas, modernisasi bisa dilihat sebagai proses peralihan emansipatif dari situasi yang lebih primer, partisipatif, determinatif dan tertutup menuju situasi yang lebih sekunder, distantif, kreatif, dan terbuka. Sebagai proses perubahan emansipatif, modernisasi berusaha untuk membebaskan batiniah manusia dari unsur-unsur ekterior dan berusaha untuk membebaskan manusia dari segala situasi primer yang determinatif, patisipatif, dan tertutup.
Namun, dalam perealisasian historisnya, modernisasi cenderung pada emansipasi eksterior. Pembebasan eksterior manusia dari situasi primernya melahirkan relasi baru, yaitu relasi dengan dunia empiris material. Dalam dunia empiris, manusia terarah pada objek-objek di luar dirinya. Keterarahan pada dimensi eksterior inilah yang kemudian menghasilkan kemajuan di bidang ilmu, teknologi, ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Pranata dan wacana diskursif modern membebaskan manusia dari intervensi tatanan supra empiris atau simbol-simbol metafisis dan mencemplungkan manusia pada nilai fungsional empiris.

3 comments:

  1. Filsafat sebagai ilmu mengajarkan manusia untuk bertindak netral. sebagai pedoman dari sebuah ilmu sehingga bisa dianjurkan untuk semua Ilmu pendidikan dalam hal ini filsafat merupakan ilmuu penegah. banyak fungsi ilmu filsafat seperti :
    # Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
    # Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
    # Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
    # Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
    # Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.

    Nama : Adhie Subagia
    NPM : 20051450164
    Kelas : N
    MK : Perkoperasian

    ReplyDelete
  2. Filsafat dalam sebagai ilmu mempunyai penerapan hidup bila berpegangan dengan filsafat banyak sekali manfaat dari ilmu filsafat sehingga muncul beberapa pendapat yang mengartikan filsafat sehingga munculnya keselarasan ilmu di dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini sangat dibutuhkan ilmu filsafat untuk penengah dari ilmu pendidikan.

    Nama : Dwi Kartini Subekti
    NPM : 20051450095
    Kelas : N
    MK : Perkoperasian

    ReplyDelete
  3. Kaidah ilmu filsafat adalah suatu pemahaman yang berdasarkan norma-norma aturan yang berlaku pada masyarakat yang syarat dengan tahapan atau beberapa metode seperti penelitian,pengalaman dan proses,sehingga muncul lah suatu hukum atau pedoman yang dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat.
    Di sini menagapa kita harus mendalami ilmu filsafat karena keterikatan kita dengan sesuatu kebutuhan lahiriyah dan duniawi bagaikan sisi mata uang yang seiring sejalan.Secara tidak langsung kitalah menentu setiap individu.

    NAMA : MUKLIS
    NPM : 20081450005
    EKONOMI
    KELAS : N ( SORE )

    ReplyDelete